DUTANUSANTARAFM.COM: Ponorogo- Sekolah Peternakan Pudak yang merupakan SMK rintisan dari SMK Pemda Ponorogo yang berada di Desa Pudak Wetan Kecamatan Pudak tetap menerapkan protokol kesehatan ketat terutama jaga jarak dalam sistem pembelajaran mereka. Pasalnya , masyarakat setempat yang berada didaerah pegunungan ujung timur Ponorogo selain tingkat pendidikanya rendah dan tidak ada lembaga sekolah disana menyebabkan perilaku protokol kesehatannya dalam rangka penanggulangan penyebaran covid-19 belum disiplin. Mereka sudah terbiasa cuci tangan namun belum terbiasa untuk menjaga jarak dan memkai masker. Pihka sekolah sebagai bentuk antisipasi menerapkan pola jaga jarak yang cukup ketat dan terus –menerus mengedukasi memakai masker . Karena demi menarik anak –anak disana untuk bersekolah, pihak lembaga pendidikan tidak memungut biaya alias gratis . Jam sekolah juga disesuiakan dengan kondisi aktivitas warga setempat yaitu mulai pukul 12.00 WIB . Sebagai sarana edukasi , siswa menggantikan biaya sekolah dengan membawa tletong sapi untuk praktek pengolah limbah kotoran sapi yang selama ini dibuang ke sungai sehingga mencemari lingkungan.
“Cara terbaik untuk menyadarkan warga setempat dalam mengelola limbahnya adalah dengan mendidik generasi mudannya. Sehingga meski pandemi covid-19 kita lakukan kelas tatap muka dan kelas praktek. Untuk menjaga agar tidak terjadi penularan covid-19 kita minta mereka untuk jaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker. Untuk memakai masker ini agak sulit namun pelan –pelan kita sadarkan,” terang Didik Kepala Sekola SMK Pemda Ponorogo, Sabtu (10/10/2021).
Di informasikan , sebagaian besar mata pencaharian masyarakat Kecataman Pudak adalah pertanian dan peternakan . Setiap kepala keluarga di di Kecamatan Pudak memiliki peternakan sapi minimal 4 ekor sapi setiap rumahnya sehingga total sapi di kecamatan Puak mencapai 15.000 ekor dengan limbah tletok sekitar 300 ton perhari. Sehingga jumlah sapi di kecamatan Pudak melebihi jumlah penduduk disana. Keterbatasan sumberdaya manusia karena pendidikan yang rendah menyebabkan kotoran sapi yang di hasilkan oleh semua peternak dibuang begitu saja kesungai dan sawah sehingga menimbulkan pencemaran air yang sangat besar disana.
“ Jika dibiarkan pencemaran lingkungan ini akan semakin besar, meluas dan dampaknya akan buruk bagi sumber air bersih di kecamatan Pudak dan daerah bawahnya. Dan saya berpikir, ini hanya bisa diatasi dengan meningkatkan SDM anak -anak disana . Selama ini anak –anak disana banyak yang putus sekolah dan memilih membantu orang tuanya merumput. Sehingga meski pandemi covid-19 belum berakhir kita mencoba membuat rintisan disana , tentu saja prokesnya kita terapkan sambil terus mengedukasi warga yang belum disiplin protokol kesehatan , “terang Imam Subaweh, Ketua Yayasan SMK Pemda Ponorogo.
Pendidikan yang minim, kesibukan siswa mencari rumput setiap paginya , kondisi geografis alam berpegunungan, ditambah akses kelembaga pendidikan yang sangat jauh memaksa mereka untuk putus. Ini menjadi salah satu penyebab , ketidak pahaman , keengganan dan kurangnya motivasi peternak untuk protokol kesehatan dan mengolah kotoran sapi . Mereka lebih memilih cara praktis dalam mengelola limbah kohe dengan membuang langsung ke sungai. Mereka tidak sadar cara ini merusak alam yang telah memberikan penghidupan kepada nya selama ini.
“Akhirnya , kita berinisiatif membuka cabang sekolah peternakan di Pudak ini . Untuk memberikan support dan motivasi kepada anak –anak agar mau bersekolah kembali pihak sekolah tidak menarik biaya alias gratiskan . Namun sebagai sarana edukasi para siswa membayar sekolah dengan menggunakan kotoran sapi (tlethong) untuk di olah sebagai pupuk organik, “ungkap Imam Subaweh.
Agung Cahaya Ilham, salah satu siswa SMK 1 Pemda Ponorogo mengatakan bahwa program sekolah gratis dengan membayar kotoran sapi ini sangat membantu untuk terus melanjutkan sekolah. Bahkan selain bisa sekolah dirinya juga bisa ikut bekerja membuat pupuk organik.
“Seneng saya bisa sekolah lagi dan bisa juga bekerja apalagi bayarnya hanya pakai kotoran sapi. Sebelumnya tidak bisa sekolah karena tidak punya biaya dan jauh lokasi sekolahannya. Karena pagi masih harus membantu orang tua merumput masuknya sekolah jam 12.00 wib, “kata Agung .(wid)