DUTANUSANTARAFM.COM: Ponorogo –Tegak Lurus sesuai dengan fakta adalah komitmen Kejaksaan Negeri Ponorgo dalam upaya pengungkapan kasus dugaan pungutan liar dan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh perangkat Desa Sawoo Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Setelah melakukan koordinasi dari Inspektorat Ponorogo, Kejaksaan Negeri Ponorogo memastikan bahwa kasus dugaan punli dan penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan nyegelne tanah ini berlanjut karena telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Sejumlah saksi pada Kamis (02/02/2023) telah menjalani berita acara pemeriksaan (BAP). Hasilnya dari puluhan korban yang telah menjalani BAP ini kerugian telah mencapai angka diatas Rp.200 juta . Berapa jumlah total kerugian materil jika total korban mencapai angka 2008 orang?
Rindang Onasis , Kepala Kejaksaan Negeri Ponorogo kepada dutanusantarafm.com, Kamis ( 02/02/2023) dikantornya menegaskan bahwa kasus tetap berlanjut a;ias tegak lurus. Pihaknya juga sudah melaksanakan intruksi Kejaksaan Agung soal koordinasi dengan Inspektorat dan sudah mendapat jawaban dari Inspektorat Pemkab Ponorogo.
“Kalau kami tetap lanjut karena kasus tipikor itu tidak mesti harus ada kerugian negara, kan ada tindakan memungut. Kalau ada tinakan memungut itu dan melanggar larangan negara juga bisa masuk tipikor , “jelas Kajari Ponrogo Rindang Onasis.
Sementara itu Kepala Seksi Intelijen (Kasintel) Kejaksaan Negeri Ponorogo, Ahmad Affandi mengungkapkan dalam kasus dugaan pungli nyegelne tanah dari 83 bidang saja ternyata kerugian yang dialami korban nilainya sudah fantastis mencapai Rp. 200 juta lebih .
“Ya bisa dibayangkan berapa total kerugian atau punglinnya jika pemohonnya total mencapai angka 2008 orang, “kata Ahmad Affandi. (wid)
Berdasarkan informasi yang di himpun Dutanusantarafm.com dilapangan ada 2008 orang yang mendaftarkan menjadi calon peserta program PTSL dan mereka masuk kategori korban . Dari jumlah tersebut yang sempat diakui Kepala Desa Sawoo Saryono ada 600 berkas surat segel tanah yang ditandatanganinnya. Diasumsikan , jika besaran amplopan minimla saja untuk kades sebesar Rp. 500 rb, Sekdes Rp. 500 rb, kasun Rp.300 rb dan rt Rp. 100 rb maka jumlah uang yang beredar mencapai angka kisaran Rp, 1,2 milliar . Padahal temuan dilapangan amplopan itu ada yang Rp. 1,5 juta hingga Rp 2 juta . Sementara untuk ppungutan dengan dalih uang kas desa besarannya dari Rp 300 ribu hingga Rp. 5 juta . Sehingga , menurut warga peredaran uang pungli mencapai angka Rp. 3 milliar. Lebih berkembang lagi , para korban tidak saja warga biasa namun juga pengusaha , polisi dan anggota dewan, keluarga pegawai ATR BPN, keluarga pegawai kejaksaan dan keluarga wartawan. (wid)