DUTANUSANTARAFM.COM: Gerakan masyarakat Ponorogo untuk tidak menjual diri, menjual hak pilihnya dan menjula kota Ponorogo dalam pilkada serentak 9 Deseber mendatang ternyata tidak main- main. Hal ini di buktikan dengan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh warga secara langsung. Bahkan dalam semalam operasi tangakap tangan yang dilakukan oleh warga mengamankan pelaku money politik dan barang buktinnya di 3 titik lokasi yang berbeda. Pada Minggu Malam (06/12/2020) yaitu di desa Kemiri kecamatan Jenangan, kelurahan Cokroenggalan kecamatan Ponorogo dan Didesa Sambit Kecamatan Sambit.
Agus Masduki warga jalan ir. Juanda Ponorogo pelapor atas kasus money politik di Desa Kemiri kecamatan Jenangan menyampaikan sebelumnya menerima informasi dari warga setempat . Kemudain dilakukan pengintaian dan akhirnya berhasil melakukan penggerebekan. Penggerebekan dilakukan sekitar pukul 19.00 saat pelaku sudah membagikan sebagain uangnya ke calon pemilih paslon 02 Ipong Muclissoni – Bambang Tri Wahono masih masing Rp.50.000. Dari pelaku warga mengamankan barang bukti Hp, daftar relawan berisi calon pemilih yang akan di beri money politik dan sisa uang untuk 10 pemilih sebesar Rp.500.000.
“Pelaku sudah mengakui bahwa dirinnya membagikan money politik tersebut atas perintah kepala desanya untuk calon pemilih paslon 02,” Jelas Agus Masduki.
Pelaku dugaan money politik di Desa Kemiri kecamatan Jenangan berinisial And (26th) kepada media mengaku mendapatkan uang dan membagikannya atas perintah kadesnya. Jumlah uangnya Rp.3.050.000 di bagi bersama 2 kader lainnya untuk 61 pemilih. And sendiri membagi untuk 41 calon pemilih namun baru dibagikan kepada 31 calon pemilih dirinya sudah digrebeg.
Hal senada juga disampaikan oleh Didik Hartanto warga masyarakat yang ikut melakukan penggerebekan di TKP menyampaikan lebih ironis lagi kejadian money politik di Kelurahan Cokromenggalan Kecamatan Ponorogo. Karena dilakukan oleh ketua KPPS dan staf kelurahan setempat.
“Lebih ironis lagi , hal itu dilakukan di tempat ibadah yaitu masjid. Ini menunjukkan ketidak netralan mereka dalam pilkada serentak 9 desember sehingga proses hukum harus dilakukan agar tidak menciderai demokrasi,” tegas Didik Haryanto kepada Dutanusantarafm.com, Minggu Malam (06/12/2020) di Kantor Bawaslu. (wid)