DUTANUSANTARAFM.COM : Pemerintah, TNI, Polri , Dinas Kesehatan bahkan Alim ulama menghimbau dan selalu mensosialisasikan terkait perlakukan terhadap penderita covid-19 dan kontak tracingnya untuk tidak dikucilkan dan jangan di perlakukan diskriminatif. Namun ternyata masih banyak masyarakat yang kurang sadar terhadap hal tersebut . Banyak masyarakat yang niatnya menghindari terpapar covid-19 namun sebaliknya tanpa disadari malah melakukan pengucilan dan diskriminasi pada saudara, teman bahkan tetangganya sendiri . Padahal seseorang yang terpapar Korona biasanya mengalami down secara phycologis sehingga butuh dukungan, suport dari teman , saudar maupun tetangga untuk menguatkan phycologisnya.
Namun hal tersebut tidak berlaku pada masyarakat di Desa Gelang Lor Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo . Perlakuan diskriminatif masih terjadi. Seperti yang dialami remaja bernama Anggita fibrysilvia (22 tahun) warga Dusun Broto Rt 01/ RW 01 Desa Gelanglor Kecamatan Sukorejo. Paska ayahnya bernama Sakri Nur Cahyo (52th) meninggal pada 19 Januari 2021 dengan informasi yang beredar karena terpapar covid-19 . Nasib si anak yatim Anggita Fibrisilvia seperti sudah jatuh tertimpa tangga
“Bagaimana tidak , kebenaran bahwa bapak saya meninggal karena covid-19 itu sampai saat ini belum jelas karena tidak ada hasil swap yang ditunjukkan kepada keluarga bahwa bapak saya kena korona. Terus, saya sekarang disuruh menjalani isolasi. Sampai 10 hari saya menjalani isolasi tidak ada orang dari pemerintah desa tahu puskesmas yang membantu saya, menjenguk saya atau bahkan mengajak masyarakat untuk tidak mengucilkan saya dan keluarga besar saya. Padahal selama 10 hari isolasi keadaan saya sehat -sehat saja dan baik- baik saja tanpa keluhan apapun , “terang Anggita, sambil menangis sedih.
Kronologis pengucilan dan diskriminasi sosial bermula saat orang tua Anggita bernama Sakri Nur Cahyo (52th) yang pekerjaannya sehari hari seorang petani pada 14 Januari 2021 mengeluhkan sakit vertigonya yang kambuh lagi. Kemudian dibawalah ke klinik kesehatan di kecamatan Sukorejo . Karena kolestrolnya sangat tinggi oleh pihak klinik dirujuk ke RSU. Sebelum di rujuk ke RSU, Sakri Nur Cahyo menjalani rapid tes dengan hasil non rekatif. Dengan berat hati dan penuh ketakutan serta dikhawatirkan akan di covidkan maka pasien dibawa ke RSU dan ternyata ketakutan keluarga terbukti pasien ketika di rapid tes di RSU dinyatakan reaktif. Dan setelah menjalani rawat inap selama 4 hari di RSU pasien meninggal. Pasien di makamkan secara protokol kesehatan dan seluruh keluarganya diharuskan menjalani isolasi mandiri dirumah . Namun , sampai saat ini , Sabtu ( 30/-1/2021) tidak ada selembar surat hasil swab yang menyatakan pasien meninggal karena positif korona. Bahkan dari penelusuran , berdasarkan pengumuman Satgas Covid-19 Pemerintah Kabupaten Ponorogo yang disampaikan Bupati Ipong Muclissoni tertanggal 19 dan 20 Januari 2021 dari 20 orang yang dinyatakan meninggal dunia karena covid-19 tidak ada yang menyebutkan warga Sukorejo .
Kakak Ipar perempuan almarhum Sakri Nur Cahyo yang rumahnya persis dibelakang korban , ketika di sambangi dutanusantarafm.com enggan menyampaikan identitasnya usai bercerita pedihnya dikucilkan. Sang kakak merasa ketakutan akan semakin dikucilkan dan didiskriminasi paska menceritakan kisah pilunya ke media .
“Menyedihkan mbak, tidak ada satupun tetangga yang mau datang ketika diundang kendurian unuk 3 harian . Sehingga ketika peringatan 7 hari adik saya dilakukan di mushola yang agak jauh tanpa satu anggota keluarga pun yang datang. Karena kalo datang mereka pasti tidak akan mau datang, “ungkap si kakak Ipar sambil tak bisa menahan isak tangisnya.
Pengucilan masih dialami sang kakak ipar meski sudah menjalani isolasi 10 hari dengan kondisi kesehatan yang cukup bagus. Korban kesulitan untuk menggarap sawahnya . Korbanpun kesulitan untuk mebayar pekerja sawahnya. Ketika membayar buruh tanam padi , siapa harus dikasih uang masih dilempar sana sini karena katakutan menerima uang dari orang yang terisolasi.
“Bahkan untuk belanja maesan (batu pusara penada yang di kubur) tidak ada yang mengambilkan , menurut penjualnya harus diambil sendiri. Begitupun saat belanja sayur di warung dekat rumah semua minggir menjauh ketika saya datang. Menerima perlakukan seperti ini rasanya sedih dan hanya bisa menangis. Karena menyapa kita saja mereka tidak mau ,”ungkapnya.
Hal senada juag diungkapkan Kyai Kadar Tokoh Agama di Kecamatan Sukorejo yang hadir dan meminpin doa almarhum Sakri Nur Cahyo saat peringatan 7 harian. Kepada masyarakat sekitar Kyai kadar meminta agar tidak mengucilkan orang yang sedang tertimpa kemalangan apalagi itu sesama mukmin.
“Amal yang paling disukai Alloh adalah membuat senangnya orang lain. Apalagi menyenangkan orang mukmin yang lagi di timpa kesusahan dan kesedihan. Jangan susah malah dibuat susah dengan dikucilkan . Karena Alloh akan menciptakan 70 malaikat yang ditugasi untuk memintakan ampun dosa dosa orang yang menyenangkan hati mukmin lainnya yang di timpa kesedihan, “terang Kyai Kadar. (wid)