Relawan Muda Reza : Rasa Lega Itu Saat Melihat Yang Tertimpa Musibah Bisa Tersenyum

Dutanusantarafm-Selalu tergerak hati untuk menolong apabila bencana alam ataupun non alam menimpa saudara kita. Munculnya pandemi covid 19, mendorong Reza Adisaputra semakin mantap menjadi relawan diusianya yang masih muda.
Reza mulai tertarik menjadi relawan setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan Banser tanggap bencana (BAGANA) sekitar lima tahun yang lalu. Usai ikut diklat pemuda yang saat ini kuliah di jurusan KPI INSURI Ponorogo itupun mulai ikut terjun membantu korban bencana.
“Saat itu awalnya saya hanya ikut membantu menyalurkan logistik untuk korban bencana banjir. Meski begitu, lega rasanya, bisa membantu yang lagi kesusahan” ungkapnya.
Rezapun setelah itu mulai merasakan sekecil apapun yang bisa dilakukannya akan memberikan manfaat bagi yang sedang membutuhkan. Pengalaman awal itu semakin memantapkan hati untuk menjadi relawan bencana.
” Saling membantu sesama, menolong yang sedang kesusahan tertimpa bencana, mendorong saya jadi relawan. Pekerjaan sosial yang jauh dari urusan keuntungan materi” tuturnya.
Rezapun akhirnya diterima untuk bergabung sebagai anggota TRC BPBD Ponorogo. Bencana tanah longsor di Desa Banaran Pulung tahun 2017 yang mengakibatkan korban meninggal dunia lebih dari 25 orang, mempunyai hikmah tersendiri baginya. Betapa bencana itu memunculkan solidaritas, rasa gotong-royong yang luar biasa. Bahwa kesedihan yang dirasakan keluarga korban longsor ikut dirasakan masyarakat Ponorogo. Iapun bekerjasama dengan para relawan yang lain saling bahu membahu.
Namun ada cerita lain ketika muncul virus korona pada Maret 2020. Bencana non alam Covid 19 telah menguji solidaritas dan gotong royong yang merupakan ciri masyarakat kita.
Covid 19 itu telah merenggut ribuan nyawa warga Ponorogo. Virus yang sangat membahayakan, sehingga saat proses pemakaman jenazahpun banyak yang takut tertular virus korona. Orang jadi takut untuk melayat ketika ada kabar jenazah meninggal karena terpapar covid 19.
Reza mengaku ikut sedih dan prihatin terhadap keluarga yang ditinggalkan. Namun bagaimana lagi, harus dimaklumi karena realita yang ada seperti itu. Penyebaran dan penularan covid 19 begitu cepat dan meluas. Sehingga membuat semua orang takut, cemas, jika nantinya ikut terpapar covid 19.
Pemuda 21 tahun itu mengaku sebagai relawan bencana non alam, pandemi covid 19 dengan segala resiko harus dihadapinya. Iapun tidak boleh takut saat menjadi tim pemakaman jenazah covid 19. Sebelum itu timpun harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu terkait pemakaman jenazah covid sesuai protokol kesehatan.
“sebelum terjun ke lapangan kita mendapatkan pelatihan terlebih dahulu, sehingga rasa cemas, khawatir, tertular covid, hilang” ucapnya.
Saat pandemi covid mencapai puncaknya pada bulan Juli-September dalam sehari Reza sampai 7 kali ikut tim pemakaman. Kasus kematian dalam sehari rata-rata lebih dari 20 orang, yang pemakaman harus sesuai prokes.
“kalau dibilang capek ya capek karena pemakaman kadang malam, dini hari,siang, yang semuanya tidak bisa ditunda-tunda. Namun panggilan hati menghilangkan rasa itu” akunya.
Pandemi covid beberapa pekan ini telah melandai, namun bukan berarti pekerjaan selesai. Kasus kebakaran kadang masih terjadi, kasus laka air, termasuk bencana hidrometeorologi mengancam. Bencana angin kencang, longsor juga mulai terjadi di Ponorogo seperti di Tugurejo Slahung, Ngrayun, Pudak dan lainnya.
“Semua harus dihadapi bersama jika bencana tidak bisa dihindari. Bagi saya jika mereka para korban bencana sudah bisa tersenyum kembali rasa puas dihati ini tidak ternilai harganya” pungkasnya (de/san)