
DUTANUSANTARAFM.COM: Wabah penyakit mulut dan Kuku pada sapi di Ponorogo hingga saat ini belum berhenti . Populasi sapi telah menurun drastis setelah 14 Juni – 2 Juli terjadi puncak kematian dalam jumlah ratusan ekor di Kecamatan Pudak . Meski di Kecamatan Pudak tingkat kematian sudah menurun namun diwilayah bawah kematian masih sering terjadi . Padahal populasi sapi di kawasan bawah jumlahnya cukup sedikit dalam satu desa populasi sapi hanya sekitar 100 ekor saja. Mekanisme arus perlaporan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan medis veteriner dari pemerintah seperti macet ditingkat desa . Banyak pemerintah desa terkesan cuek tak terlalu peduli pada peternak diwilayahnya yang terdamak PMK ini. Tidak ada tindakan pro aktif untuk mengetahui kondisi ternak diwilayahnya dan berupaya memberikan bantuan untuk mendapatkan pengobatan dari pemerintah. Banyak sapi mati karena terlambat mendapatkan pengobatan dan karena ketidak tahuan peternak dalam perawatan di fase penyembuhan seperti mengatur pola makan
Astrogio (70th) Peternak Dusun Ngimput RT 16/01 Desa Purwosari Kecamatan Babadan akhirnya harus merelakan ternaknya di kubur karena mati pada Senin ( 11/07/2022). Perlu 12 orang untuk mengangkat dan membuat lubang dalam proses penguburan sapi potong yang sudah dipeliharannya selama hampir 1,5 tahun dan telah ditawar 23 juta tersebut. Astrogio menyampaikan sapinya sudah disuntik dokter swasta selama 3 kali saat terinfeksi PMK kemarin. Ciri-ciri PMK seperti mulut berbusa keluar lendir, tidak nafsu makan dan luka pada kaki sebenarnya sudah hilang namun selama 4 hari sapi tidak bisa berdiri.
“Sebenarnya sudah dilaporkan ke perangkat desa sejak Jumat 8 Juli kemarin. Dan tadi sore saat melihat kondisi sapi karena kasihan terdapat luka luka di perut bagian kanan karena 4 hari ngebrok saya balik. Ternyata malah kembung hingga mati , “ungkap Astrogio dengan pasrah.
Di informasikan dari pantauan dutanusantarafm.com dilapangan dalam menghadapi PMK saat ini keberadaan pemerintah desa hanya pasif saja. Di desa Purwosari Kecamatan Babadan dalam 2 hari ini sudah ada yang mati 2 1 di ptpng paksa dan 1 mati setelah kembung.Kemudian 1 lagi dalam kondisi kembung . Sementara peternak tidak paham dan tidak tahu harus bagaimana ketika ternaknya terinfeksi dan juga mati. Alurnya harus melaporkan ke desa untuk mendapatkan pelayanan namun ketika melapor sepeprti hanya terdata saja. Peternak seperti tidak merasakan kehadiran negara di tengah musibah yang dihadapinnya, Mereka merasa seperti sendiri tanpa perhatian dari pemerintah desanya karena selama pproses pengobatan mereka hampir semuannya dilaksananakan secara mandiri . Bahkan ketika dilapori bahwa ada ternak yang mati melalui pesan Whastapp tidak ada respon atau jawaban apapun padahal informasinya ada biaya penguburan yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten untuk sapi mati karena PMK. (wid)