Dinamika AktualKabar Kota Kita

Diska Tinggi, PA Klaim Kurangnya Edukasi dan Sosialisasi dari Pemerintah

Dutanusantarafm.com- Tingginya angka Dispensasi Kawin (Diska) di Kabupaten Ponorogo, tidak lepas dari masih minimnya peran serta pemerintah dan masyarakat. Khususnya terkait sosialisasi perubahan UU nomer 1 tahun 1974 tentang usia nikah.

Ketua Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Ponorogo, Ali Hamdi mengungkapkan salah satu penyebab tingginya permohonan Diska yakni karena ketidaktahuan masyarakat terkait aturan usia kawin. Sebelumnya, dalam UU nomer 1 tahun 1974 usia diperbolehkan kawin yakni 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

“Sedangkan UU yang baru, nomer 16 tahun 2019 itu usia perempuan berubah jadi 19 tahun. Dan untuk laki-laki tetap. Dan ini yang tidak diketahui masyarakat, ” katanya kemarin (22/06 2022).

Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, kata Ali akibat revisi tersebut jumlah Diska yang sebelumnya sudah tinggi kini tambah meningkat. Hingga Juni 2022, pihaknya mencatat ada 80 permohonan masuk. Rata rata, pengajuan dilakukan dari pihak perempuan.

Dari jumlah tersebut, 25 persen diantaranya merupakan ketidaktahuan pemohon terkait batas minimal usia kawin. Rata rata mereka mengajukan, dengan usia anak perempuan 18 tahun.

“Ini yang harus menjadi perhatian utama pemrintah maupun tokoh masyarakat. Sering mereka mengganggap kami mempersulit, tapi kan itu aturan. Harus ada sosialisi dan edukasi terkait kawin dini ini,” imbuhnya.

Menurut pria asal Paciran, Lamongan itu peran pemerintah diarus bawah harus lebih ditingkatkan. Karena, dengan adanya revisi usia kawin itu pemerintah pusat menganggap jika masyarakat sudah banyak yang tahu. Padahal, kenyataannya masih saja ada yang mengajukan Diska karena ketidaktahuan masyarakat.

“Ada 20 permohonan yang tidak kami kabulkan. Karena ini rata rata akibat ketidaktahuan itu. Padahal, menikah dini tanpa didasari kesiapan mental dan ekonomi yang baik itu akan berdampak kurang baik,” tegasnya.

Menurut Ali, untuk menekan angka Diska butuh peran serta seluruh elemen masyarakat dan juga pemerintah. Apalagi, saat ini hal itu diperparah dengan kebebasan para remaja dalam menggunakan gadget dengan alasan untuk keperluan sekolah.

“Ini kerja bareng antar lembaga, instansi, tokoh masyarakat. Dan fungsi-fungsi masyarakat itu harus berjalan jadi bisa di rem,” tuturnya.

Sesuai permohonan masuk, Ali mencatat pada Januari lalu ada 21 perkara, Februari 12 perkara, Maret 14 perkara, April 10 perkara, Mei 16 perkara, dan per minggu kedua Juni ada tiga perkara. Untuk setiap perkara, biasanya diselesaikan paling lama satu minggu. (Umi Duta)

 

 

Tags
Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Close
Close